Selasa, 13 November 2012

Upacara Adat Julungan

1. Latar Belakang
 Tawangmangu yang terletak dilereng lawu ternyata mempunyai beragam budaya tradisi yang masih diselenggarakan secara turun temurun di tengah-tengah masyarakat. Ditengah berkembangnya budaya manca negara yang bisa membuat lupa akan adat ketimuran, namun di wilayah Kecamatan Tawangmangu ini di tiap desa mempunyai upacara tradisi yang tetap dilestarikan dan diselenggarakan secara rutin sampai sekarang. Bahkan dengan sedikit pengemasan dalam melaksanakan upacara tradisi ini bisa menambah daya tarik wisata yang menjadi andalan Kabupaten Karanganyar. Seperti di desa Kalisoro Kecamatan Tawangmangu, yang mempunyai tradisi bersih desa dan sedekah bumi yang dinamakan Julungan

2. Waktu Pelaksanaan
Upacara tradisi Julungan dilaksanakan tiap Selasa kliwon pada Wuku Julungwangi pada Kalender Jawa.

3. Prosesi Upacara
 Pada waktu dulu upacara Julungan hanya dilaksanakan di punden, tempat yang diyakini warga sebagai tempat moksanya leluhur yang banyak membantu warga, yaitu Kyai Honggodito. Warga sebelumnya telah melakukan bersih desa dan juga membersihkan lokasi punden leluhur. Kemudian tiap warga membawa masakan dibawa ke punden diadakan untuk kenduri dan do’a bersama yang dipimpin oleh sesepuh desa. Selesai kenduri makanan dibagi-bagi kepada seluruh warga.
 Sekarang dengan sedikit kemasan, juga dilaksanakan kirab. Dari pagi setelah diadakan persiapan-persiapan, seluruh warga dengan membawa aneka ubarampe sesaji untuk kenduri yaitu nasi uduk , ingkung (ayam utuh yang dimasak dan tidak potong-potong) sambel goreng dan juga membawa segala macam hasil bumi seperti sayuran, buah-buahan, pala kependem, bunga dll. Untu nantinya setelah diadakan do’a bersama dipunden lalu makanan dibagi ke semua warga yang hadir

4. Urutan Kirab
Dalam pelaksanaan kirab yang diawali dari balai desa Kalisoro menuju punden, diatur dengan urtan sebagai berikut :
- Paling depan adalah kelompok maching band anak-anak sekolah
- Berikutnya adalah kelompok yang membawa bendera dan umbul-umbul
- Dibelakangnya kelompok pembawa pusaka kraton
- Pembawa sesaji kenduri
- Kelompok Ibu-ibu PKK
- Para tokoh masyarakat
- Karang Taruna
- Kelompok Kesenian dan dibelakang sendiri adalah Reyog.

2. Upacara Adat Mondosiyo
a. Latar Belakang
Salah satu desa yang masyarakatnya tetap menjaga dan melestarikan upacara bersih desa sehingga menjadi budaya tradisi yang harus dipertahankan adalah Desa Pancot Kalurahan Blumbang Kecamatan Tawangmangu. Budaya bersih desa di Pancot Blumbang Tawangmangu ini dinamakan Mondhosiyo, yaitu upacara sedekah bumi yang dilaksanakan bersamaan dengan pelaksanaan bersih desa. Upacara bersih desa ini diselenggarakan dalam beberapa hari, dan pada puncak upacara dipentaskan kesenian lokal.
Nama upacara tradisional bersih desa Mondhosiyo ini erat hubungannya dengan pakuwon yang dianut masyarakat Jawa pada saat itu, terutama pada cerita Prabu Watugunung dan Dewi Sinta. Hal ini dikarenakan keduanya melahirkan anak yang jumlahnya 28 orang yang kemudian menjadi nama wuku-wuku di tanah Jawa.
Sebagai alat pendidikan, cerita dan Upacara Mondhosiyo terdapat unsur-unsur pendidikan bahwa setiap tindak kejahatan akhirnya akan mendapat ganjaran yang setimpal (Prabu Boko akhirnya terbunuh di Watu Gilang). Dan watu gilang ini sampai sekarang menjadi tempat penyiraman air badeg (air tape) dan pelepasan ayam jago pada akhir rangkaian Upacara Mondhosiyo.
Upacara bersih desa mempunyai makna yang erat dengan keberadaan suatu masyarakat. Suatu bentuk warisan leluhur dirasa sebagai suatu kewajiban untuk melestarikan, dan mereka akan merasa puas apabila sudah melaksanakan. Namun mereka akan merasa takut kalau tidak melaksanakan apalagi melanggar pantangannya.
Selain sebagai sarana bersih-bersih desa, upacara adat Mondhosiyo juga sebagai bentuk rasa syukur masyarakat terhadap hasil bumi yang dihasilkan. Dan mereka masih meyakini kekuatan yang ada pada saat upacara dilaksanakan.
Mitos – ritus Mondhosiyo sebagai alat pemaksa berlakunya norma-norma sosial dan sebagai alat pengendali sosial. Dan sampai saat ini selain berfungsi sebagai alat pemaksa agar nilai-nilai sosial berupa kebersamaan, kegotong-royongan juga berfungsi sebagai bentuk ungkapan rasa syukur atas segala kenikmatan, kesehatan dan kemakmuran yang telah diberikan oleh Tuhan Yang Maha Esa.

b. Tujuan diselenggarakan Upacara Mondosiyo
Tujuan dari penyelenggaraan upacara tradisi yang telah diselenggarakan secara turun temurun ini adalah untuk memohon kepada Tuhan Yang Maha Esa agar warga selalu diberi keselamatan lahir batin, dijauhkan dari segala bencana dan selalu diberi berkah dan keberhasilan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar